“Baik…, saya akan bantu. Tagihan ini saya tahan dulu sampai ada informasi lagi. Tapi, kira-kira kapan bisa lunas? Bisa dilunasi dalam 2 minggu?” Tanya pemilik distributor bahan bangunan langganan.
Wah, pertanyaan yang sangat sulit dijawab untuk saat itu. “Belum berani janji sekarang pak, tapi 2 minggu lagi saya akan kasih kabar.” Rumitnya, saya sudah nggak punya uang sepeserpun, di kantong saja tinggal beberapa puluh ribu rupiah. Sama sekali nggak terpikir darimana bisa dapat uang untuk melunasi hutang-hutang termasuk ke beberapa supplier lain.
“Habislah, kali ini bener2 bangkrut!” pikir saya. Setelah itu saya segera pulang dengan membawa beban sebesar buah kelapa yang nempel di dada. Kejadian ini berawal dari proyek konstruksi rumah tinggal yang saya bangun beberapa waktu yang lalu. Proyek tersebut milik sebuah developer perumahan di pinggir Jakarta. Rumahnya sudah terbangun tapi ternyata developer tersebut mismanagement dan tidak mampu membayar kewajibannya kepada para kontraktor sesuai perjanjian. Dan…, kontraktor nggak mungkin menarik kembali material yang sudah jadi rumah, kalau dibongkar ya cuma dapat puing2.
Hidup selama beberapa bulan berikutnya seperti buronan dan menghindar dari hutang benar-benar sulit. Orang-orang yang bangkrut dan dikejar hutang biasanya pernah mengalami sindrom seperti ini:
• Dunia menjadi gelap, tidak peduli pagi atau siang.
• Setiap kali menarik nafas rasanya berat sekali, mirip judul komik “Bernafas Dalam-
-Lumpur.”
• Tidur tidak nyenyak, sering mimpi buruk dan terbangun di pagi buta.
• Sepertinya semua teman dan saudara menghindar, takut dihutangi, dst
Persis itulah yang saya alami.
Hingga suatu malam, istri saya berkata “Badai pasti berlalu.” Saya termenung sebentar dan mulai berpikir bahwa memang nggak ada badai yang berlangsung sepanjang tahun. Setelah itu saya coba berpikir kemungkinan terburuk apa yang harus dihadapi? Bisa jadi masuk penjara. Tentunya saya akan mengalami situasi sulit dan keras, misalnya dikerjain sesama tahanan. Tapi kalau dipikir-pikir di penjara mungkin malah bisa punya waktu untuk membaca atau berlatih menulis dan juga mempelajari beberapa hal misalnya meditasi yang selama ini belum sempat dilakukan. Mungkin akan mendapat banyak teman-teman baru dari lingkungan penjara. Mungkin… ini, mungkin… itu. Setelah pikiran melayang kemana-mana hingga lelah, tertidurlah saya.
Bangun tidur keesokan harinya, saya menjadi lebih tenang dan perlahan-lahan otak mulai berpikir lebih jernih. Seperti mendapat vitamin penambah energi, saya menjadi siap menghadapi apapun yang akan terjadi, toh kemungkinan terburuk sudah saya bayangkan. Badai pasti berlalu dan saya harus siap menyambut hari yang baru. Lewat beberapa hari kemudian saya mulai bisa melihat beberapa peluang pekerjaan sambilan dan mulai timbul semangat merencanakan strategi melunasi hutang. Memang tidak mudah dan penuh perjuangan berat, tapi singkatnya setelah setahun lebih baru saya berhasil melunasi semua hutang.
Jika sedang menghadapi masalah berat, otak cenderung terbebani hal-hal negatif sehingga sulit sekali berpikir jernih. Maka otomatis peluang tidak akan terlihat, walaupun lewat di depan mata. Beberapa hal yang penting:
• Jangan ambil keputusan penting dalam situasi kalut, lebih baik tunda.
• Pikirkan kemungkinan terburuk, siapkan mental untuk menghadapi kemungkinan tersebut.
• Setelah tenang dan pikiran lebih jernih, bangun semangat positif untuk mulai bangkit.
• Rencanakan strategi baru, karena tidak ada orang lain yang bisa menolong kecuali diri sendiri.
• Bantu dengan doa.
Badai Pasti Berlalu…, Pasti!
Sumber:
Herman K
Director of SemutApi Colony
www.semutapi.com