Keserakahan: Jalan Cepat Menuju Neraka
“Godaan utama dari kegiatan merapikan taman kehidupan adalah keserakahan untuk mau kuat tetapi tanpa ada cobaan.”
- Gede Prama
“Jangan percayai apa pun. Di mana pun kau membacanya, atau siapa pun yang mengatakannya, bahkan seandainya aku yang mengatakannya, kecuali hal itu sesuai dengan alasanmu sendiri dan akal sehatmu sendiri.”
- Buddha
Dunia keuangan kembali terguncang, ketika terungkapnya kasus Ponzy scheme atau money game yang dilakukan Bernard Madoff, mantan kepala bursa efek NASDAQ, Amerika Serikat. Madoff berhasil “memperdayai” para kliennya dan mengumpulkan uang sebesar US $50 milyar untuk dirinya sendiri. Jumlah yang fantastis!
Yang menggelitik adalah ternyata praktik money game tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di negara maju yang memiliki pengawasan yang ketat terhadap pasar keuangan, seperti Amerika Serikat.
Melihat korban-korban Madoff yang terdiri dari berbagai perusahaan investasi, bank-bank, dan para investor kenamaan mengungkapkan sebuah fakta bahwa orang-orang dengan tingkat kecerdasan finansial yang tinggi pun dapat terjebak. Sebagaimana mungkin telah Anda tahu, hal ini membuktikan sifat dasar manusia yang serakah.
Sudah menjadi rahasia umum kalau manusia itu malas, tapi ingin cepat kaya. Hal inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh para penipu. Termasuk penipuan lewat pesan singkat yang sering terjadi belakangan ini. Keserakahan membuat orang gelap mata. Menyingkirkan rasional, membuat manusia terjebak dalam penderitaan.
Keserakahan ini asalnya dari pikiran. Pikiran selalu ingin dipuaskan. Tetapi, pikiran tidak pernah puas. Semakin kita berusaha memuaskan keinginan pikiran, keinginan kita akan merangkak naik meminta pemuasan yang lebih, dan lebih lagi. Tanpa mengenal batas.
Seperti dikatakan Eckhart Tolle dalam The Power of Now, “Pikiran merupakan sarana yang hebat, jika digunakan dengan benar. Namun, jika digunakan dengan salah, pikiran akan sangat merusak”. Akhirnya kita menjadi budak dari pikiran. Kebahagiaan hanya singgah sebentar. Datang cepat, pergi pun dengan sangat cepat.
Hasil akhirnya lebih banyak stres. Hidup yang tanpa arah dan pegangan. Maka larilah manusia pada berbagai tempat hiburan malam, makanan, rokok, perselingkuhan, bahkan obat terlarang.
Menyadari kenyataan itu, segelintir manusia bijak mengambil jalan lain, melampaui pikiran. Mereka menganjurkan untuk menempatkan pikiran hanya sebagai pembantu. Bukan pemimpin diri kita. Kita harus berlatih menjernihkan kesadaran. Berlatih mengamati pikiran kita, keserakahan, kecemburuan, kepahitan, kesinisan, dan kepercayaan kita sepanjang waktu.
Ketika kesadaran semakin meningkat, pikiran akan berkurang daya rusaknya. Pikiran akan dapat dikendalikan dengan mudah. Pikiran tidak lagi membanding-bandingkan dan menghakimi. Hidup berjalan apa adanya dan merangkul berbagai perbedaan. Hidup penuh keikhlasan dan rasa syukur. Seperti kata Gede Prama, “Dalam kepasrahan sekaligus keikhlasan, manusia justru mendapatkan segalanya.”
Pada tahap ini, hidup menjadi bahagia seutuhnya. Kebahagiaan tidak lagi datang dan pergi. Hidup menjadi kebahagiaan itu sendiri. Tidak ada baik-buruk, benar-salah, positif-negatif, semuanya hanyalah apa adanya. Ada keikhlasan dan kepasrahan serta suasana syukur di sana. Hidup menjadi sangat indah untuk dijalani.
Sumber: http://spiritual-motivasi.blogspot.com/